Menaklukan Puncak Tambora dalam Ekspedisi Super Ekstrim Touring (2)

Menaklukan Puncak Tambora dalam Ekspedisi Super Ekstrim Touring (2)
Keajaiban Puncak, Pohon Cemara Berdaun Air Es

Petualangan menaklukan Tambora dengan sepeda motor terus berlanjut. Satu persatu angota rombongan rontok. Ada yang karena sepeda motor bermasalah. Tapi banyak pula yang kehabisan tenaga, akibat suplay oksigen yang makin menipis.

Iwan Sakral–Dompu

Medan yang semakin berat benar-benar menguras tenaga. Terkadang motor harus dituntun dengan gas maksimal untuk melewati tanjakan berbatu cadas dengan sudut kemiringan hampir 45 derajat. Ketika sampai pada ketinggian 2300 meter. Wakapolres dan Pak Haji (seorang dedengkot motor ekstrim di Dompu) lempar handuk.
Koran ini sebenarnya sudah kehabisan tenaga. Tapi niat kuat untuk sampai ke puncak agar bisa menceritakan kepada pembaca membuat energi itu pulih kembali. Setelah minum sebotol minuman penambah energi koran ini kembali melaju, kali ini ditemani seorang anggota Polres bernama Sapto. Bupati sudah melaju didepan bersama seorang anggota Polres dan personil motor esktrim bernama Sadam.
Masih ada jarak 300 meter yang merupakan tempat terakhir untuk bisa dijejaki roda. Namun jarak ini begitu sulit. Tanjakannya nyaris tegak lurus. Sekali saja motor tergelincir, maka akan langsung hilang dikedalaman jurang yang tak terukur itu. Lintasan ini juga mesti dilibas dalam jarak pandang yang tidak sampai 5 meter. Setelah mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuan, lima motor akhirnya bisa sampai di ketinggian 2.600 meter. Masih ada 200 meter lagi untuk sampai puncak. Tapi sisa 200 meter itu sama sekali tidak bisa digunakan dengan motor. Selain lereng puncak sudah sangat miring dan hampir tegak seperti dinding, tidak ada jejakan untuk roda, karena merupakan batu berlumut hijau dengan kondisi basah serta penuh lubang-lubang besar tempat aliran lava.
Setelah membuka helm, menarik napas panjang dan mereguk minuman. Matapun memandang alam sekitar. Keagungan alam langsung terhampar dan sulit jelaskan dengan kata. Kabut tebal perlahan menipis, jarak pandangpun bisa lebih jauh.
Rasa takluk dan tunduk pada kebesaran sang pencipta begitu kuat terasa. Manakala mendongak keatas matahari terasa begitu dekat. Sedangkan memandang kebawah, gugusan awan putih berarak meneyelubungi lembah, ngarai dan sungai. ”Kita ini berdiri lebih tinggi dari awan,” kata Bupati Syaifurrahman Salman.
Ketinggian 200 meter hingga puncak masih menunggu. Setelah berfoto sejenak lima petualang yang tersisa kemudian bergerak dengan cara berjalan kaki. Cadas yang menghitam karena gosong dibakar lahar panas merupakan pemandangan umum. Tapi pohon cemara juga terlihat tumbuh. Diketinggian 2.650 meter bahkan ada gugusan hutan cemara yang konon menurut cerita Ompu, salah seorang petualang yang sering ketempat itu banyak didiami menjangan.
Setelah melewati hutan cemara yang terletak disebalah utara tempat pendakian, gugusan bunga-bunga putih mulai terlihat. Bunga ini adalah bunga legendaries yakni bunga Edelweis yang hanya tumbuh diatas ketinggian 2600 meter. Konon, bunga ini tak bisa ditemukan sembarangan. Karena kadang ada dan tiada. Perkara mencari bunga ini juga bukan hal yang gampang, mengingat kabut tebal menyelubungi seluruh wilayah tersebut. Jarum jam padahal menunjuk angka 14.20 wita.
Semangat bupati Syaifurrahman Salman untuk sampai puncak sangat tinggi. Meski rona kelelahan sangat kuat tergambar dari wajahnya. Namun orang ini terus saja berusaha maju. ”Masih jauh ya,” katanya sambil sesekali duduk mereguk minuman. Duduk yang dimaksud juga tidak bisa sembarangan duduk, salah duduk langsung terjungkal kebawah karena kemiringan lereng yang sangat terjal.
Saat hampir tiba dipuncak. Dimana pemandangan batok kepala gunung dan kawah yang menganga sudah sesekali terlihat ketika kabut menipis. Sebuah pohon cemara ditemukan tegak menjulang disisi selatan puncak. Pohon ini sangat unik, karena nyaris seluruh batang dan daunnya dibungkus air. Daun sebenarnya ada, tapi karena diselubungi air yang membeku maka seolah-olah berdaun air. Air ini sangat dingin. Bisa diminum dan memang merupakan sumber air minum bagi hewan yang ada ditempat tersebut.
Waktu terus berputar cepat. Langkah kaki terpaksa harus berulangkali terhenti. Bukan hanya karena kehabisan tenaga. Tapi lebih banyak karena kabut tebal yang menghalangi pandangan. Gara-gara kabut tebal inipula yang membuat tim salah mengambil rute. Ketika jarak dengan puncak hanya sekitar 50-an meter. Dan kabut menghilang, barulah disadari bahwa yang didaki oleh tim adalah puncak sebelah selatan. Puncak tertinggi justru berada di lereng selatan. Antara puncak utara dan selatan ini dibatasi lagi oleh jurang dalam bekas muntahan lava dan tak mungkin diseberangi begitu saja. Rute tempuh mestinya melewati hutan cemara.
Sadar sudah tak mungkin menyebrang karena jarum jam sudah hampir menunjuk Pukul 16.00. Bupati lalu meminta untuk berhenti. ”Kita tunggu kabut hilang supaya bisa lihat puncak selatan dari dekat,” kata Bupati. Tapi kabut benar-benar tidak bersahabat, karena terus menyelubungi kawah. Hanya saja karena jarak memang dekat, puncak selatan bisa juga dinikmati.
Perjalanan turun ternyata dua kali lipat lebih sulit daripada naik. Ikuti juga cerita tentang sejumlah anggota tim petualang yang bertemu dengan makhluk halus serta kejadian aneh yang nyata dialami peserta ekpedisi dalam tulisan ini besok. *



Oleh : Iwan Sakral–Dompu