Bokeh
Tulisan dari: Black_Claw
Oke. Ini bacaan tehnikal. Lebih cenderung buat tukang ngoprek-bongkar-pasang lensa ketimbang buat yang suka jepret-jepret doang. Kalau mau langsung jepret, jangan baca yang ini. Coba baca yang ini.
Bokeh, adalah cara fotografer atau orang yang nyamar jadi fotografer nyebut kata blur. Bokeh dalam bahasa Jepang berarti kabur, bodoh, gila, atau bego. Tepatnya Boke (暈け or ボケ). Di fotografi, merujuk pada daerah yang nggak jelas di gambar, diluar daerah yang fokus alias jelas. Menurut sumber yang bisa dipercaya bisa tidak, dipopulerkan oleh Mike Johnston, editor majalah Photo Techniques pada tahun 1997. Yah, saya tidak tau apa dia otaku atau japanis wanabi tapi bodohlah.
Bagaimana sebuah lensa memberikan bokeh yang enak dilihat, dikatakan Nice Bokeh, Creamy Bokeh, atau “Bokehnya mantap gan!”.
Untuk bokeh yang tidak enak dilihat, terlalu banyak kata makian dalam kamus besar bahasa Indonesia yang bisa dirangkaikan dengan kata bokeh, atau mungkin kamu bisa menggunakan langsung arti harfiah dari kata Jepangnya.
Lalu bagaimana bokeh bisa tercipta? Nah, ini bahasan yang paling suka saya bicarakan ke sesama tukang ngoprek lensa.
Daerah yang fokus pada gambar, disebut Depth Of Field, DOF, atau yang paling Indonesiawi adalah Rentang Fokus. Mata manusia, rentang fokusnya hampir tanpa batas. Berbeda dengan lensa. Tetapi, justru karena lensa ini rentang fokusnya terbatas sehingga memunculkan bagian yang bokeh, akan lebih memudahkan untuk membuat objek yang dipotret terlihat “keluar”. Terlihat berbeda, sehingga jika dilihat oleh mata manusia yang memiliki rentang fokus yang hampir tidak terbatas akan langsung menarik perhatian.
Cahaya yang masuk ke dalam lensa akan membentuk kerucut sampai akhirnya ditangkap oleh plat film atau sensor cahaya milik kamera (kamu bisa melihat bagamana kamera bekerja lewat tulisan saya yang ini, langsung di bagian awal). Daerah dimana kerucut cahaya ini ditangkap oleh sebuah plat film atau sensor dalam ilmu Optik dinamakan Circle of Confusion.
Nah, semakin besar daerah Circle of Confusion ini, semakin bokeh gambar yang diterima oleh plat film/sensor. Jika kamu ingin gambarnya fokus, kamu harus membuat agar cahaya yang jatuh ke plat film/sensor di titik paling ujung dari kerucutnya (sebenarnya ujung kerucut ini tidak ada karena tergantung persepsi kamu melihat, jika kamu melihat dalam sudut pandang mikro partikel, tentu akan berbeda dengan ujung jika kamu melihat sebagai manusia, tapi yadayadayada, anggap saja saat ini kerucut itu ada, oke?).
Pada proses manual, kamu akan memutar-mutar ring fokus pada lensa kamu, atau kamu menyerahkan sepenuhnya pada fitur auto fokus jika kamu memiliki kamera yang berfitur autofokus.
Proses ini, akan mengakibatkan bagian lensa kamu yang berfungsi untuk memfokuskan gambar bergerak maju mundur untuk mengatur letak jatuh ujung dari kerucut cahaya, apakah di “depan”, pas di “tengah”, atau di “belakangnya”.
Niwe, cahaya yang ditangkap sama film/sensor itu bayangan dan bersifat terbalik, tapi untuk saat ini, tidak usah dipikirkan dulu, ntar malah puyeng. Perhatikan saja gambar ini untuk lebih memudahkan.
dan jika dianimasikan, jadinya kira-kira seperti ini:
Kalau kamu tidak tidur dalam mata pelajaran IPA (seperti yang selalu saya lakukan saat sekolah dulu), kamu pasti berkesempatan menggunakan Lup. Kaca pembesar. Kira-kira seperti itulah proses lensa kamera kamu mendapatkan fokus. Kamu akan memaju mundurkan lup tersebut untuk mendapatkan gambar yang jelas dan besar (beberapa teman saya memaju-mundurkan kepalanya, entah kenapa.) dan kalau terlalu jauh, objek yang kamu amati menjadi blur alias bokeh.
Lalu kamu mungkin bertanya, “Lalu jika demikian, kenapa pada gambar ada daerah yang fokus dan ada daerah yang bokeh?”
Tentu saja hal ini tidak ada unsur gaibnya sama sekali. Jangan lupa, bahwa jika kamu mengambil gambar, terdapat banyak sekali objek yang ada, dengan jarak berbeda, dan tentu akan menghasilkan banyak kerucut cahaya yang masuk dan memiliki Circle of Confusion yang berbeda-beda pula.
Secara similiar, cara kerja ini bisa dikaitkan dengan pengaturan diagfragma pada lensa yang kilasan bacaannya bisa ditemukan disini.
Semakin besar bukaan lensa, semakin kecil nilai F, rentang fokus semakin pendek, dan sebaliknya.
Ini dikarenakan, dengan mengecilkan lubang tempat cahaya masuk, garis-garisnya yang membentuk kerucut dari tiap objek yang diambil semakin disejajarkan, sehingga daerah “ujung kerucutnya” tidak terlalu berjauhan.
Gini deh, misalkan ada dua objek yang kalau di foto rentang fokusnya pendek, karena diagfragma alias bukaan lensanya gede, sehingga objek a doang yang fokus…
Kemudian, kamu mengecilkan ukuran diagragma, dengan memperbesar nilai F. Ini berarti diagfragma, bukaan lensanya jadi kecil. Nah, “kerucut” cahaya dari b yang tadi cuma lewat sambil lalu doang di bukaan lensa itu akan “Dipaksa” belok agar hasil “kerucutnya” lebih dekat dengan “kerucut” a.
Ilustrasi ini tidak terlalu benar, lebih cenderung ke ilustrasi bego untuk lebih mudah membayangkan bagaimana hal tersebut bisa terjadi.
Jadi, kamu bisa mengatur seberapa bokeh gambar kamu dengan memainkan jarak. Tentu saja kamu juga bisa mengatur yang mana yang fokus dengan jarak juga, tanpa memutar-mutar lensa fokus. Jika kamu tidak bisa fokus, kamu bisa mundur sedikit, atau maju sedikit. Atau, jika objek itu bisa bergerak (misalnya harimau atau calon mertua), kamu bisa menunggu sampai dia masuk ke daerah rentang fokus kamu, kemudian “jepret”. Cara ini dikenal dengan nama Trap Focus.
Mau bokeh? Jauhkan objek dengan latarnya, kemudian perbesar bukaan lensa dengan memperkecil nilai F-nya.
sumber:
http://foto.dompu.info